TEMPO.CO, Jakarta -Human Rights Watch melaporkan penggunaan berulang bom klaster oleh pasukan Rusia yang menyebabkan kerusakan jangka panjang bagi warga sipil Ukraina.
Baik Rusia dan Ukraina disarankan tidak menggunakan bom klaster yang dilarang sesuai perjanjian internasional 2008.
Baca Juga:
Dalam laporan Global Cluster Munition Monitor 2022 setebal 100 halaman yang dirilis Kamis, 25 Agustus 2022, Human Rights Watch menyebutkan penggunaan bom klaster seluruh dunia saat ini hanya terjadi di Ukraina.
Ratusan serangan bom, yang juga dikenal dengan amunisi tandan itu, diduga dilancarkan Rusia di setidaknya 10 dari 24 wilayah atau oblast Ukraina.
Data awal menunjukkan setidaknya 689 korban sipil dari serangan munisi tandan di Ukraina terjadi antara Februari dan Juli 2022. Pasukan Ukraina juga tampaknya telah menggunakan roket munisi tandan setidaknya dua kali.
“Penderitaan langsung dan jangka panjang yang diakibatkan amunisi tandan oleh warga sipil membuat penggunaannya hari ini di Ukraina tidak masuk akal dan selalu melanggar hukum,” kata Mary Wareham, direktur advokasi senjata di Human Rights Watch dan editor Monitor Munisi Tandan 2022.
“Semua negara harus mengutuk penggunaan senjata ini dalam keadaan apa pun.”
Amunisi tandan dapat ditembakkan dari tanah dengan artileri, roket, dan mortir, atau dijatuhkan oleh pesawat terbang. Bom itu biasanya digunakan terbuka di udara, bisa juga menyebarkan beberapa bom, atau submunisi di area yang luas.
Banyak bom gagal meledak pada benturan awal, meninggalkan serpihan berbahaya yang tanpa pandang bulu dapat melukai dan membunuh, seperti ranjau darat selama bertahun-tahun, sampai mereka dibersihkan dan dihancurkan.
Penyelidikan Human Rights Watch di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina, menemukan bahwa pada Mei dan Juni 2022, pasukan Rusia meluncurkan roket amunisi tandan yang submunisinya mengenai rumah, jalan kota, dan taman, serta klinik rawat jalan di rumah sakit bersalin, rumah sakit umum, hingga pusat kebudayaan.